Minggu, 28 Juni 2015

Isra' and Mi'raj Nabi Muhammad SAW

    Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW – Seringkali di kalangan masyarakat kita, dalam mendefinisikan isra dan mi’raj, mereka menggabungkan Isra Mi’raj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda.

    Dan untuk meluruskan hal tersebut, pada kesempatan ini saya bermaksud mengupas tuntas pengertian isra dan mi’raj, sejarah isra mi’raj nabi muhammad SAW serta hikmah dari perjalanan isra’ mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW.

Pengertian / Definisi Isra dan Mi’raj

Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.

Isra’ dan Mi’raj merupakan dua cerita perjalanan yang berbeda. Isra’ merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem. Sedangkan Mi’raj merupakan kisah perjalanan Nabi dari bumi naik ke langit ketujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerimah perintah di hadirat Allah SWT.

Namun karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan maka disebutlah peristiwa Isra’ Mi’raj. Selama perjalanan Nabi ditemani Malaikat Jibril dengan menunggangi Buraq. Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi dalam waktu singkat, yaitu hanya dalam satu malam.

Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.

Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW

Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.

Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”

“tidak tahu”, kata Rasululullah.

“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.

Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullahmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS. Kemudian terjadilah peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad untuk disucikan dengan air Zamzam oleh Malaikat Jibril di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.

Sesampainya di Yerussalem, Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah Rasululullah memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasulululah bertanya : “Siapakah mereka ?”

“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.

Nabi Muhammad kemudian menjadi imam bagi nabi-nabi terdahulu ketika melaksanakan salat sunnah dua rakaat di Masjidl Aqsa. Jibril membawa dua gelas minumam berisi susu dan arak, Nabi memilih susu sebagai isyarat bahwa umat Islam tidak akan tersesat.

Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasululullah melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.

Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).

Di langit pertama Muhammad bertemu dengan Nabi Adam A.S, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya A.S, di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris A.S, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa A.S dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim A.S.

Dari Sa’id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« حِينَ أُسْرِىَ بِى لَقِيتُ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – ». فَنَعَتَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا رَجُلٌ – حَسِبْتُهُ قَالَ – مُضْطَرِبٌ رَجِلُ الرَّأْسِ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ – قَالَ – وَلَقِيتُ عِيسَى ». فَنَعَتَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا رَبْعَةٌ أَحْمَرُ كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيمَاسٍ ».

- يَعْنِى حَمَّامًا – قَالَ « وَرَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ – صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ – وَأَنَا أَشْبَهُ وَلَدِهِ بِهِ – قَالَ – فَأُتِيتُ بِإِنَاءَيْنِ فِى أَحَدِهِمَا لَبَنٌ وَفِى الآخَرِ خَمْرٌ فَقِيلَ لِى خُذْ أَيَّهُمَا شِئْتَ. فَأَخَذْتُ اللَّبَنَ فَشَرِبْتُهُ . فَقَالَ هُدِيتَ الْفِطْرَةَ أَوْ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ أَمَا إِنَّكَ لَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ ».

“Ketika aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa ‘alaihis salam.” Lalu Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu Ibrahim -shalawatullah ‘alaih- dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. Aku pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya khomr (arak). Lantas ada yang mengatakan padaku, “Ambillah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “Engkau benar-benar berada dalam fithrah. Seandainya yang kau ambil adalah khomr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” (HR. Muslim no. 168).

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S Al Isra (17):1)

Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril. Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milik Allah, segala Rahmat dan kebaikan“.

Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.

Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh.”

Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.Nabi kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah berupa salat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad dan umatnya.

Kemudian Rasulullah turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa A.S. Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa menanyakan apa yang dibawa Muhammad setelah menghadap Allah. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan salat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa lantas menyuruh Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan.

Muhammad lantas kembali kehadirat Allah untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah salat diturunkan menjadi 45 kali. Setelah itu Muhammad kembali dan bertemu lagi dengan Musa. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan salat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam.

Setelah perintah salat diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa masih menyuruh Muhammad untuk meminta keringanan. Tapi Nabi Muhammad tidak berani lagi melakukannya karena malu pada Allah, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi akhirnya kembali dengan membawa perintah salat selama lima waktu yang kita kenal sebagai salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.

Kemudian Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.

Lalu Rasulullah memuji Allah atas semua itu.

Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan izin Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak terlintas dihati manusia. Semua itu membuat Rasul kagum dan untuk mengejar surgalah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasululullah diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.

Mendapat Mandat Shalat 5 waktu

Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al–Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW

Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.

Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?

Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekkah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasulullah berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mi’rajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mi’raj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.

Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.

Isra’ Mi’raj juga merupakan suatu peristiwa besar yang sekarang oleh sains dan teknologi diakui, karena ternyata memang demikianlah yang bisa terjadi bahwa Rasulullah benar-benar bergerak dari Mekkah ke Palestina, dan kemudian diteruskan ke Sidratil Muntaha hanya dalam waktu tidak sampai satu malam. Sudut pandang ilmiahnya bahwa ini adalah peristiwa fenomenal dan kontroversial.Fenomena sejarah bahwa peristiwa ini belum pernah terjadi dan diyakini takkan pernah terjadi lagi.

Peristiwa Isra’ Mi’raj sangat fenomenal dari segi sejarah, karena sebelumnya tak pernah terjadi pada manusia. Sebelum Nabi Muhammad memang pernah terjadi pada benda. Benda tersebut bisa berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang jauh dalam orde sepersekian detik saja. Itulah peristiwa berpindahnya singgasana Ratu Balqis dari Kerajaan Saba ke Kerajaan Nabi Sulaiman. Waktu itu Nabi Sulaiman bertanya kepada para stafnya yang ketika itu memang sengaja dikumpulkan olehnya. Nabi Sulaiman mengatakan kepada para stafnya untuk melakukan suatu kejutan terhadap Ratu Balqis yang ketika itu sedang menuju ke kerajaan Nabi Sulaiman. Ternyata Nabi Sulaiman ingin memindahkan singgasana Ratu Balqis ke kerajaannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada para stafnya siapa yang bisa melakukan hal tersebut. 

Yang mengajukan diri pertama kali adalah Jin Ifrit. Ditanya oleh Nabi Sulaiman berapa lama ia bisa memindahkannya. Dijawab oleh Jin Ifrit bahwa ia bisa melakukannya sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya dijamin singgasana itu sudah sampai di hadapannya. Tentunya hal ini sangat cepat, tapi ternyata Nabi Sulaiman belum puas akan hal tersebut.

Kemudian Nabi Sulaiman bertanya lagi kepada para stafnya siapa yang bisa lebih cepat melakukan hal tersebut. Yang mengajukan diri kemudian ternyata adalah seorang manusia, yaitu manusia yang menguasai ilmu dari al-Kitab. Orang itu kemudian ditanya oleh Nabi Sulaiman berapa lama ia bisa melakukannya. Dijawab oleh orang itu bahwa ia bisa melakukannya sebelum Nabi Sulaiman berkedip lagi. Ternyata memang benar adanya, sebelum Nabi Sulaiman berkedip, singgasana Ratu Balqis sudah berada di hadapannya. Satu kedipan mata berarti waktunya kurang dari satu detik. Berkaitan dengan Isra’ Mi’raj, ternyata perjalanan Nabi Muhammad tersebut terjadi dalam waktu tidak sampai satu kedipan mata pun.

Dan Isra’ Mi’raj juga fenomenal dari segi sains. (lebih lengkapnya, bisa dibaca disini: Perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Dikaji dari Sudut Pandang ilmiah ). Untuk menjelaskan Isra’ Mi’raj, ternyata kita harus menggali ilmu-ilmu mutakhir. Kalau ilmu-ilmu lama mungkin tak cukup untuk menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj. Sehingga di zaman itu orang memersepsikan bahwa Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dengan mengendarai Buraq. Buraq itu kemudian ada yang menggambarkan bentuknya seperti kuda yang bersayap, ada juga yang menggambarkan bahwa kepala buraq itu menyerupai manusia, bahkan ada juga yang menggambarkan kepala buraq itu berupa wanita cantik. Pemikiran seperti ini tentunya khas abad pertengahan, karena perjalanan tercepat ketika itu adalah dengan mengendarai kuda. Tapi kuda pun tak bisa secepat itu. Karena itu digambarkanlah kuda itu bersayap.

Dengan pendekatan secara saintifik dapatlah dijelaskan bahwa sebenarnya perpindahan Rasulullah dari satu tempat ke tempat lain pada peristiwa Isra’ Mi’raj itu terjadi secara cahaya. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini tentunya kontroversial hampir 1500 tahun di kalangan agamawan maupun para saintis karena memang sulit menjelaskannya. Selalu ada yang tidak percaya, ragu-ragu, dan ada juga yang meyakininya sejak masa hidupnya Rasulullah hingga kini. Yang ragu-ragu sampai sekarang tentunya masih ada, bahkan di kalangan umat Islam sendiri. Ketika ditanya apakah perjalanan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Palestina itu dengan badannya atau bukan. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya penglihatan saja. Ada juga yang mengatakan bahwa itu hanya ruh saja. Ada yang mengatakan itu hanya mimpi. Dan ada yang mengatakan bahwa peristiwa itu memang dialami Nabi Muhammad dengan badannya.

Yang meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu dialami Nabi Muhammad dengan badannya adalah mengacu kepada Abu Bakar Shiddiq. Ketika itu Abu Bakar ditanya apakah dia meyakini peristiwa tersebut. Lalu ditanyakan oleh Abu Bakar kepada yang bertanya itu siapa yang menceritakan hal tersebut. Dijawab oleh yang bertanya kepada Abu Bakar itu bahwa yang menceritakan hal tersebut adalah Nabi Muhammad. Dikatakan oleh Abu Bakar, bahwa kalau Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia meyakininya, karena Nabi Muhammad tak pernah berbohong.

Cara Abu Bakar memersepsi mengenai Isra’ Mi’raj ini oleh sebagian kalangan dinyatakan bahwa beragama itu tak perlu berpikir. Padahal jika dicermati bahwa sebenarnya ketika itu Abu Bakar berpikir dahulu, karena ia menanyakan bahwa siapakah yang menceritakan hal tersebut. Kalau memang Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia meyakini kebenaran yang diceritakan oleh Nabi Muhammad itu. Tapi kalau yang menceritakannya bukan Nabi Muhammad tentunya Abu Bakar takkan langsung meyakini kebenaran cerita tersebut. Jadi dalam beragama memang kita harus berpikir, janganlah ikut-ikutan saja. Perintahnya sangat jelas di dalam al-Quran:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 36)

Logika Keputusasaan tentang Isra' mi'raj

Selama ini dalam menceritakan Isra’ Mi’raj kalau kita sudah buntu, maka kita katakanlah bahwa kalau Allah menghendaki, maka semuanya bisa saja terjadi. Kita takkan mendapatkan pelajaran apa-apa dengan cara berpikir seperti ini. Padahal peristiwa apapun yang diturunkan oleh Allah, maka di dalamnya selalu ada pelajaran untuk kita. Allah berfirman:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (Q.S. Ali ’Imrân [3]: 190)

Kita diperintahkan untuk menjadi ulil albab, yaitu orang yang menggunakan akalnya memahami segala peristiwa, sehingga ada pelajaran dari setiap peristiwa tersebut.

Skenario Isra Mi’raj dan Tafsir Fisik

Perjalanan Isra’ Mi’raj itu terdiri dari dua etape: satu etape mendatar (horizontal), sedangkan satunya lagi adalah etape vertikal ke langit ketujuh. Etape mendatarnya diceritakan di dalam surah al-Isrâ’ ayat pertama:

Maha Suci Allah, yang telah memerjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 1)

Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata tersebut, maka akan menjadi seperti ini:

Pertama, ayat ini dimulai dengan kata “subhânalladzî”. Kata “subhânallâh” diajarkan kepada kita untuk diucapkan pada saat kita menemui peristiwa yang menakjubkan, yang memesona, yang hebat, yang luar biasa. Artinya, dengan memulai cerita itu menggunakan kata “subhânalladzî” sebenarnya Allah menginformasikan bahwa cerita yang akan diceritakan tersebut bukanlah cerita yang biasa, melainkan cerita tersebut adalah cerita yang luar biasa dan menakjubkan.

Kedua,  yaitu kata “asrâ”. Penggunaan kata “asrâ” memiliki beberapa makna. Yang pertama bahwa itu adalah perjalanan berpindah tempat. Jadi penggunaan kata ini mengcounter pemahaman ataupun kesimpulan yang menyatakan bahwa pada perjalanan tersebut Rasulullah tidak berpindah tempat. Yang kedua maknanya bahwa pada perjalanan itu Rasulullah diperjalankan, bukanlah berjalan sendiri, dan bukan juga atas kehendak sendiri, karena peristiwa ini terlalu dahsyat untuk bisa dilakukan sendiri oleh Rasulullah.

Ketiga, yaitu kata “’abdihi” yang artinya adalah hamba Allah. Hamba terhadap majikan adalah seorang yang tak berani membantah, taat, seluruh hidupnya diabdikan untuk majikannya, untuk Tuhannya. Yang bisa mengalami perjalanan hebat ini bukanlah manusia yang kualitasnya sembarangan, melainkan manusia yang kualitasnya sudah mencapai tingkatan hamba Allah, yaitu manusia seperti Nabi Muhammad. Karena itulah, kita mungkin tidak bisa menerima ketika Nabi Muhammad digambarkan mendapat perintah salat 50 waktu, kemudian beliau menawar perintah tersebut kepada Allah. Anjuran tawar-menawar itu datangnya dari Nabi Musa. Digambarkan bahwa tawar-menawar itu terjadi hingga sembilan kali Nabi Muhammad bolak-balik menemui Allah, yang akhirnya perintah salat fardu yang diterima Nabi Muhammad menjadi lima waktu saja sehari semalam.

Kita mungkin tak sampai hati membayangkan Nabi Muhammad yang begitu taat kepada Allah yang tak pernah membantah kalau mendapat wahyu dan perintah dari Allah yang dalam cerita versi ini digambarkan sampai sembilan kali tawar-menawar dengan Allah untuk mengurangi jumlah salat fardu yang diperintah-Nya. Digambarkan pada cerita versi ini bahwa Nabi Musa lebih superior dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga Nabi Muhammad dipingpong oleh Nabi Musa bolak-balik menemui Allah memohon agar jumlah salat fardu yang diperintahkan Allah itu dikurangi. Tentunya patut pula kita ingat bahwa Nabi Musa adalah nabinya bani Israil (sebetulnya juga nabinya umat Islam/umat Nabi Muhammad), tetapi orang-orang bani Israil tidak mau menerima Nabi Muhammad. Bagi bani Israil, Nabi Musa lebih hebat dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga dalam cerita versi ini Nabi Muhammad dipingpong saja. Jadi ini indikasinya adalah hadis Israiliyat.

Keempat , yaitu kata “laylan” yang artinya adalah perjalanan malam di waktu malam. Hal ini menunjukkan sebagai penegasan bahwa perjalanan malam itu tidak sepanjang malam, melainkan cuma sebagian kecil dari malam. Sehingga diriwayatkan di beberapa hadis, bahwa ketika Rasulullah berangkat dari rumah meninggalkan pembaringan, kemudian menuju ke Masjidil Haram, dan kemudian terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut. Ketika Rasulullah kembali lagi ke rumahnya, ternyata pembaringannya masih hangat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika itu beliau tidak lama meninggalkan rumahnya. Di hadis yang lain juga diceritakan, bahwa ketika Rasulullah meninggalkan rumahnya, beliau menyenggol tempat minumnya kemudian tumpah, dan ternyata ketika Rasulullah kembali lagi ke rumahnya, air dari tempat minum yang disenggolnya itu masih menetes. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya Isra’ Mi’raj yang dialami Rasulullah itu berlangsung dalam waktu yang sebentar dan cepat. 

Bayangkanlah, perjalanan semalam saja masih sulit diterima, apalagi perjalanan yang hanya sekejap yang itu mungkin hanya beberapa menit, atau mungkin hanya beberapa detik.

Kelimaminal masjidil harâmi ilal masjidil aqsha (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa). Mengapa perjalanan Rasulullah ini dari masjid ke masjid? Mengapa pula tidak dari rumahnya atau dari Gua Hira ke tujuan lain yang bukan masjid (dari tempat yang bukan masjid ke tempat lain yang bukan masjid juga)?

Patut diketahui, bahwa masjid adalah tempat yang menyimpan energi positif sangat besar. Dengan kamera aura yang bisa memfoto dan memvideokan sesuatu, jika ada orang yang sedang berzikir ataupun membaca al-Quran, ternyata orang tersebut memancarkan cahaya yang terang benderang. Berbeda halnya dengan orang yang sedang marah, depresi, ataupun stress, maka orang tersebut akan memancarkan cahaya berwarna merah. Warna aura ini bertingkat, yaitu dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, sampai warna putih. Setiap kita memancarkan energi. Akan terpancar energi dari setiap aktivitas yang kita lakukan, dan energi itu menancap di tempat kita berada ketika itu. Energi itu membekas, sehingga seluruh aktifitas kita akan terekam. Allah berfirman:

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S. Qâf: 18)

Raqib dan Atid kemudian dijadikan sebagai nama malaikat yang mencatat amal kebaikan dan keburukan. Rekaman tersebut di ruang tiga dimensi, dan suatu ketika akan diputar lagi. Allah berfirman:

Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amattajam. (Q.S. Qâf: 22)

Di pengadilan akhirat itu, manusia akan bisa melihat seluruh perbuatan yang dilakukannya di dunia.

Masjid mengandung energi positif sangat besar, terutama masjid yang sering digunakan sebagai tempat beribadah. Semakin sering, semakin banyak, dan semakin khusyuk, maka energinya akan semakin besar. Rasulullah berangkat dari masjid menuju ke masjid. Terminal keberangkatannya di masjid.

Keenambâraknâ hawlahu (yang telah Kami berkahi sekelilingnya). Allah memberkati sepanjang perjalanan itu, hal ini karena perjalanan itu memang membahayakan. Dengan keberkahan Allah kondisi Nabi tetap membaik.

Ketujuhlinuriyahû min âyâtinâ (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami). Dalam perjalanan isra’ mi’raj ketika itu Rasulullah ditunjukkan berbagai peristiwa. Mengapakah bisa seperti itu, sedangkan itu adalah waktu yang sangat singkat. Itulah yang disebut sebagai relativitas waktu, yaitu ada perbedaan waktu antara orang yang berkecepatan tinggi dengan orang yang berkecepatan rendah. Kita mengetahui, bahwa antara orang yang tidur dengan orang yang sadar (terjaga) itu waktunya berbeda. Misalnya, ada yang tiba-tiba terlelap tidur yang itu hanya sebentar (mungkin hanya beberapa detik), lalu yang tertidur itu dibangunkan. Yang tertidur itu pun terbangun, lalu ia bercerita baru saja ia bermimpi. Ceritanya itu begitu panjang, seakan-akan mimpinya itu sangat lama, padahal ia hanya tertidur beberapa detik saja. Begitupun dengan Rasulullah, meskipun perjalanan yang dialaminya itu hanya berlangsung sepersekian detik, tetapi beliau ditampakkan berbagai macam peristiwa oleh Allah. Hal ini karena yangmemberjalankan Rasulullah adalah Allahyang tak lain adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Kemahamendengaran dan kemahamelihatan Allah itu ditularkan kepada Nabi Muhammad, sehingga kemampuan Rasulullah untuk melihat dan mendengar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dan kata kunci yang terakhir ( kedelapan ) adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41).

Selanjutnya mengenai Mi’raj diceritakan pada surah an-Najm 14-18:

(14) (yaitu) di Sidratil Muntaha. (15) Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (17) Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (18) Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.(Q.S. an-Najm: 14-18)

Di dekat Sidratil Muntaha, Rasulullah menyaksikan surga. Tentunya tidak sembarangan orang yang bisa menyaksikan surga, karena sudut padangnya harus tertinggi di alam semesta ini. Dari dunia tidak kelihatan, kalaupun kelihatan hanya sebagian. Jadi, kalau kita merasakan kebahagiaan, maka hal itu mungkin kita telah mendapatkan kebahagiaan surga, namun hanya sedikit sekali perbandingannya, mungkin bagaikan setetes air dibandingkan dengan samudera, itu pun setetes airnya dibagi lagi tak berhingga. Sebaliknya kalau kita menderita, maka itu adalah penderitaan neraka, namun skalanya tak berhingga.

Lantas ke manakah Rasulullah melanglang buana? Menyeberangi langit ataukah beliau langsung masuk ke Sidratil Muntaha yang kita tidak tahu di mana letaknya.

Betapa besarnya langit angkasa semesta. Apakah langit? Langit adalah seluruh ruangan alam semesta ini. Matahari dikelilingi oleh planet-planet, bumi tempat kita tinggal adalah termasuk salah satu planet yang mengitari matahari. Matahari yang tadinya kelihatan besar, semakin jauh kita lihat maka semakin kecil. Ketika matahari yang kita terlihat itu semakin kecil, maka biasanya kita tidak lagi menyebutnya matahari, melainkan kita menyebutnya bintang. 

Matahari itu ternyata demikian banyaknya, seluruh bintang-bintang itu sebenarnya adalah matahari. Diperkirakan jumlahnya trilyunan. Matahari-matahari (bintang-bintang) itu bergerombol membentuk galaksi. Galaksi adalah gerombolan matahari (bintang), di tengahnya ada matahari yang lebih besar, dan di sekitarnya ada sekitar 100 milyar matahari (bintang). 

Bintang-bintang itu bergerombol mengitari pusatnya membentuk suatu galaksi. Galaksi tempat bumi dan matahari kita berada adalah galaksi Bimasakti. Di sebelah galaksi Bimasakti ada galaksi Andromeda yang isinya diperkirakan juga 100 milyar matahari. Galaksi-galaksi itu diperkirakan trilyunan jumlahnya. Para ahli astronomi bahkan sampai kehabisan nama untuk menyebut galaksi karena saking banyaknya.

Galaksi-galaksi itu ternyata bergerombol-gerombol lagi membentuk gerombolan yang lebih besar yang dinamakan sebagai supercluster. Isinya diperkirakan 100 milyar galaksi. Apakah supercluster adalah benda terbesar dan terjauh di alam semesta, hingga kini belum ada yang mengetahuinya.

Jarak bumi ke matahari adalah 150 juta kilometer. Kalau dilewati cahaya maka dibutuhkan waktu 8 menit. Jadi, kalau kita melihat matahari terbit yang sinarnya sampai ke mata kita, maka cahaya yang sampai ke mata kita itu sebetulnya bukanlah matahari sekarang, melainkan matahari 8 menit yang lalu. Cahaya matahari itu berjalan selama 8 menit barulah sampai ke mata kita. Sementara bintang kembar (Alpha Century) jaraknya dari bumi adalah 4 tahun perjalanan cahaya. Kalau kita melihat bintang kembar pada malam hari, maka sebetulnya itu bukanlah cahaya bintang kembar saat itu, melainkan bintang 4 tahun yang lalu. Di belakangnya lagi ada bintang yang berjarak 10 tahun perjalanan cahaya. Bayangkanlah kalau kita mau menuju bintang berjarak 10 tahun cahaya menggunakan pesawat tercepat yang dimiliki manusia, misalnya menggunakan pesawat ulang alik yang kecepatannya 20 ribu kilometer per jam. Apakah yang kemudian terjadi? Ternyata dibutuhkan waktu 500 tahun untuk sampai ke bintang tersebut.

Ternyata bumi kita ini bukanlah benda besar di alam semesta, melainkan benda yang sangat kecil. Di belakang bintang berjarak 10 tahun cahaya ada bintang berjarak 100 tahun cahaya, di belakangnya lagi ada yang berjarak 1000 tahun cahaya, yang berjarak 1 juta tahun cahaya, dan juga yang berjarak 1 milyar tahun cahaya. Yang terjauh diketahui oleh ilmuwan Jepang yaitu yang berjarak 10 milyar tahun cahaya. Jadi, bumi kita ini hanyalah sebutir debu di padang pasir alam semesta raya.

Jadi, manusia adalah debunya bumi, bumi debunya tata surya, tata surya debunya galaksi Bimasakti, galaksi Bimasakti debunya supercluster, supercluster debunya langit pertama, karena langit itu ada tujuh (sab’a samawâti). Ilmu astronomi hanya mengetahui langit itu satu, tapi al-Quran mengatakan langit itu ada tujuh, karena menurut al-Quran bahwa langit yang kita kenal itu yang banyak bintang-bintangnya barulah langit dunia (langit pertama). Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, (Q.S. ash-Shâffât: 6)

Sudah sedemikian besarnya langit pertama, ternyata langit pertama adalah debunya langit kedua, karena langit kedua itu besarnya tak berhingga kali dibandingkan langit pertama. Langit ketiga besarnya tak berhingga kali dibandingkan langit kedua. Begitu seterusnya setiap naik ke langit selanjutnya selalu tak berhingga kali besarnya dibandingkan langit sebelumnya, hingga langit ketujuh tak berhingga kali dibandingkan langit keenam, serta tak berhingga pangkat tujuh dibandingkan langit pertama.

Jadi, langit pertama adalah debunya langit kedua, langit kedua debunya langit ketiga, seterusnya hingga langit ketujuh, dan seluruh langit yang tujuh beserta seluruh isinya hanyalah debu atau lebih kecil lagi di dalam kebesaran Allah. Beginilah cara al-Quran menggiring pemahaman kita tentang makna Allahu Akbar. Semestinya menurut al-Quran, bahwa belajar mengenal Allah itu adalah dari seluruh ciptaan-Nya. Dengan begitu kita akan mengetahui betapa Maha Besarnya Dia, betapa Maha Menyayangi, Maha Teliti, Maha Berkuasa, Maha Berkehendak, tak cukup hanya dari lafaznya, karena kita takkan mendapatkan rasa yang sesungguhnya.

Bayangkanlah betapa Rasulullah melakukan perjalanan menuju langit ketujuh. Sebetulnya Rasulullah berjalan ke langit ketujuh itu apakah melintasi ruang angkasa atau tidak?

Kalaupun badan Rasulullah diubah menjadi cahaya, maka dari bumi menuju bintang Alpha Century yang berjarak 4 tahun cahaya, maka Rasulullah membutuhkan waktu 4 tahun untuk sampai ke bintang Alpha Century, untuk menempuh yang berjarak 10 tahun cahaya dibutuhkan waktu 10 tahun, untuk menempuh yang berjarak 10 milyar tahun cahaya dibutuhkan 10 milyar tahun.Sepertinya Rasulullah tidak melewati ruang angkasa, melainkan ada ruangan langsung yang tidak ke sana (tidak ke ruang angkasa) tetapi memahami semua itu. Di manakah itu?

Ternyata langit kedua terhadap langit pertama tidak bertumpuk seperti kue lapis (dalam konteks Mi’rajnya Rasulullah). Sering kita berpendapat dari cerita-cerita klasik bahwa Nabi Muhammad dan malaikat Jibril menuju ke langit ketujuh dengan cara naik menggunakan tangga, kemudian bertemu langit yang digambarkan seperti langit-langit, kemudian di situ ada pintunya dan ada penjaganya. Lalu Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad ditanya mau ke mana oleh si penjaga langit. Dijawab oleh Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad bahwa akan bertemu dengan Allah. Kalau begitu, berarti Allah itu jauh sekali. Padahal di dalam al-Quran digambarkan bahwa Allah itu dekat, dan Nabi Muhammad mengetahui itu. Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,(Q.S. Qâf: 16)

Bahkan dinyatakan juga di dalam al-Quran:Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]: 115)

Timur dan Barat milik Allah. Ke manapun kita menghadap, maka kita berhadapan dengan Allah, karena Allah sedang meliputi kita. Dan Rasulullah tahu persis akan hal itu. Jadi untuk bertemu Allah tak perlu ke Sidratil Muntaha. Dan memang Rasulullah ke Sidratil Muntaha bukanlah untuk menemui Allah, karena Allah sudah meliputi Rasulullah, juga meliputi kita semua di manapun kita berada.

Tujuan isra’ mi’raj

Isra’ Mi’raj itu sebetulnya bertujuan membawa Rasulullah ke satu posisi yang paling tinggi untuk memahami betapa dahsyatnya ciptaan Allah. Untuk apakah semuanya itu? Yaitu untuk memotivasi Rasulullah. Mengapakah demikian? Karena sebelum Isra’ Mi’raj, Rasulullah sedang berada pada titik terendah perjuangannya yang paling sulit, yaitu ketika dijepit oleh orang kafir dan diembargo secara ekonomi. Di saat-saat itu justru Allah mewafatkan paman Rasulullah (Abi Thalib) dan mewafatkan istri Rasulullah (Khadijah). Hal ini bukannya tidak sengaja, melainkan disengaja oleh Allah, karena memang tak ada yang kebetulan di dalam kehidupan ini.

Semuanya itu justru terjadi pada saat Rasulullah berada pada titik nadir perjuangannya. Beliau berharap memindahkan front syi’arnya ke luar kota (yaitu ke Tha’if). Beliau berharap disambut baik oleh penduduk Tha’if, tapi malah yang terjadi beliau dilempari batu sampai berdarah-darah. Maka kemudian Allah memompa kembali semangat beliau, yaitu dengan cara Isra’ Mi’raj. “Muhammad, engkau adalah utusan Allah,” mungkin seperti itulah yang ingin disampaikan oleh Allah melalui peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut.

Ketika Rasulullah kembali dari Isra’ Mi’raj, maka setahun kemudian terjadilah titik balik perjuangannya, yaitu beliau bersama pengikutnya hijrah ke Madinah, kemudian dari Madinah bisa menaklukkan kota Mekkah.

Peringatan :

Kisah Isra' dan Mi'raj Nabi adalah benar karena yang memberitakannya adalah Al-Quran kitab suci kita.Kisah Mi'raj Nabi adalah benar walau tidak kasat oleh logika kita sebab dalam agama kebenaran yang dipakai adalah kebenaran wahyu bukan akal yang dieksprimen dulu,

wahyu lebih tinggi dari logika. Kebenaran isra' dan mi'raj nabi wajib di yakini dan adapun caranya Nabi muhammad  dan bagaimana atau kaifiyyat Nabi keatas langit ke 7 sampai Sidratul Muntaha tidak menjadi kewajiban mengetahuinya, yang penting percaya dan yakin didalam hati adapun cara yang ril dan sebenarnya wallahua'lam sebab banyak pendapat dalam hal ini. Logikanya Isra' itu benar dan logis. Jika Nabi Muhammad adalah milik Allah dan langit serta alam ini milik Allah dan dalam kondisi ini Allah yang menghendaki,...

Moga artikel Perjalanan Isra' n Mi'raj Nabi Muhammad saw,, di atas bisa dijadikan bahan pemikiran dan menambah wawasan anda serta iman and takwa kita,, aamiinn,,

jika kurang jelas and mau pencerahan silahkan bertanya di kontak commen,,

                Bye

            OFICK-GR
(Unlimited Gerisak Center)

70 Kata Bhs. Inggris Yang Lagi Populer

Ketika menonton film atau membaca buku impor, kita kadang-kadang menemukan idiom atau ungkapan Bahasa Inggris yang tidak kita mengerti artinya. Idiom adalah kata-kata atau frasa yang bersifat metafora, dan umum dipakai dalam pembicaraan sehari-hari untuk memperkaya variasi bahasa.

Bagi kita yang perlu menulis dalam bahasa Inggris, misalnya para mahasiswa dan blogger, cukup penting untuk menggunakan beberapa ungkapan Bahasa Inggris dalam menyusun sebuah tulisan. Penerapan English idioms yang tepat dapat menghilangkan kesan kaku dalam artikel. Selain itu, hal ini juga bisa menandakan bahwa artikel ditulis secara profesional, yang akan menaikkan daya jual tulisan.

Di bawah ini bisa anda baca beberapa ungkapan Bahasa Inggris populer yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Ungkapan Bahasa Inggris

A walk in the park
Arti: Pekerjaan yang sangat mudah (seperti berjalan-jalan di taman).


A dime a dozen
Arti: Sesuatu yang biasa/umum dan mudah didapat.
Contoh: “People with your skills are a dime a dozen these days. “


A piece of cake/easy as pieArti: Pekerjaan yang sangat mudah, pie adalah istilah slang Amerika untuk “gampang”

.A taste of your own medicine
Arti: Diucapkan ketika seseorang mendapat perlakuan sama seperti bagaimana ia biasa memperlakukan orang lain.


Achilles’ heel
Arti: Titik lemah seseorang (Achilles adalah tokoh legenda Yunani yang kebal senjata kecuali di bagian lututnya)


Apple of my eye
Arti: Seseorang yang disayangi/dihargai melebihi orang lain.


Back To Square One
Arti: Harus mengulangi segalanya dari awal (mulai dari nol).


Bark up the wrong tree
Arti: Marah/mengomel/memberi saran/berbicara/meminta kepada orang yang salah.
Bed of Roses
Arti: Sesuatu yang mewah dan menyenangkan.

(The) Benefit of the doubt
Arti: Mempercayai seseorang ketika orang tersebut berada pada posisi meragukan.
Contoh: “Despite all rumors seem against Anna, I still give her the benefit of the doubt.”

Better safe than sorry
Arti: Lebih baik bersiap-siap daripada menyesal (sedia payung sebelum hujan).

Blessing in disguise
Arti: Berkah yang tidak disadari sebelumnya (semua hal ada hikmahnya).

Blue moon
Arti: Hal yang jarang terjadi (kejadian langka).

Break A Leg
Arti: Cara menyampaikan “semoga berhasil” tanpa mengucapkan “good luck”. Ungkapan Bahasa Inggris yang berasal dari sebuah takhayul dari dunia teater, di mana mengucapkan good luck dipercaya membawa sial, sehingga diganti dengan break a leg.

Breaking the ice
Arti: memecah ketegangan.

Call it a day
Arti: Break atau istirahat dari suatu pekerjaan (sampai hari ini berakhir).

Can of Worms
Arti: Tindakan yang akan mengakibatkan masalah.
Contoh: “Calling him again is like opening a can of worms”

Cat got your tongue?
Arti: Terdiam ketika seharusnya mengatakan sesuatu.
Contoh: “Why don’t you say something? Does cat got your tongue?

Close call
Arti: Kejadiaan yang sangat dekat dengan bahaya.
Contoh: “The car almost hit me. It was a close call.

Come clean
Arti: Berterus terang, membuka kebohongan/rahasia, mengaku.

Come what may
Arti: Apapun yang terjadi, terjadilah.

Cross your fingers
Arti: Menyilangkan jari telunjuk dengan jari tengah adalah gestureuntuk mengharapkan agar hal berlangsung sesuai keinginan kita. Ungkapan ini berarti meminta seseorang agar berharap segalanya baik-baik saja (tidak perlu ditindak lanjuti dengan secara literal menyilangkan jari).
Contoh: “Your test is tomorrow, right? Just do your best and cross your fingers!”

Cut like (hot) knife through butter
Arti: Memotong sesuatu dengan mudah (seperti pisau panas menembus mentega).

Don’t hold your breath
Arti: Jangan menunggu sesuatu yang belum tentu akan terjadi.

Drop it
Arti: Untuk menghentikan pembicaraan.
Contoh: “Just drop it! I already told you that I don’t want to discuss this matter.

Easier said than done
Arti: Beribicara lebih mudah daripada mengerjakan, tidak semudah kelihatannya.

Far cry
Arti: Sangat berbeda (yang lebih buruk/jelek).
Contoh: “This restaurant is quite good, but it’s a far cry compared to the one we visited last week.

Fish story
Arti: Cerita bohong.

Get cold feet
Arti: Menjadi gugup/grogi (biasanya ketika akan tampil di depan umum).

Get up on the wrong side of the bed
Arti: Ungkapan Bahasa Inggris yang berasal dari sebuah takhayul di mana jika seseorang punya kebiasaan bangun tidur selalu dari satu sisi kasur yang sama (kanan/kiri), maka jika dia bangun di sisi yang salah akan mendapat sial sepanjang hari.
Contoh: A: “I’m having a horrible day!” B: “Really? Did you get up on the wrong side of the bed this morning?

Get the blues
Arti: menjadi sedih atau depresi.

Good samaritan
Arti: orang yang murah hati, dermawan.

Greek gift
Arti: Hadiah yang merugikan si penerima.

Head over heels
Arti: Sangat senang/bahagia, bisanya karena jatuh cinta.

Hold your horses
Arti: Bersabarlah.

Oke thank for all and see you again,           Bye:/OFICK-GR.Unlimited Gerisak Center

 

Selasa, 16 Juni 2015

Hubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan

HUBUNGAN SUAMI ISTRI DI BULAN RAMADHAN

A. Pendahuluan

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah melaksanakan puasa wajib di bulan ramadhan. Sebagaimana Allah telah memerintahkan secara tegas salah satunya dalam Al Baqarah 183:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Namun kemudian banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan puasa itu sendiri. Salah satunya yaitu yang berkaitan dengan hubungan dalam suatu ikatan pernikahan. Dimana pemenuhan kebutuhan biologis tidak serta merta mudah untuk dikesampingkan.

Tulisan ini mencoba memberi solusi atau pemecahan dari masalah-masalah yang timbul seputar hubungan antara suami istri di bulan ramadhan.

B. Pembahasan Hukum

1. Hukum menikah ketika bulan ramadhan

Pada dasarnya hukum menikah itu tidak pernah ada kaitannya dengan waktu. Tidak juga ada waktu-waktu yang terlarang untuk menikah. Sehingga apabila kita akan melangsungkan akad nikah pada jam 00.00 WIB hari Jum’at Kliwon tanggal 12 Desember 2012, sebenarnya sah-sah saja. Baik dalam segi agama maupun hukum formal. Namun, banyak kepercayaan di masyarakat kita yang tidak membolehkan menikahkan anak pada bulan Rajab, atau bulan Sya'ban atau bulan Muharram.
Keyakinan seperti ini sebenarnya tidak punya dasar dari agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada dasar ketentuannya dari Al-Quran dan tidak juga dari hadits. Bahkah tak ada satu pun ulama yang melarang akad nikah pada waktu atau jam tertentu. Demikian juga, tidak ada ketentuan untuk melarang akad nikah di bulan Ramadhan, baik dilakukan pada siang hari maupun pada malam hari. Baik dalam keadaan puasa atau pun dalam keadaan udzur syar'i.
Justru rasulullah mengajarkan dalam sebuah riwayatnya:

َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه
ِ
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami:
"Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

Sebagaimana kita ketahui bahwasannya hidup, mati dan jodoh tidak satupun manusia yang dapat menerkanya. Maka ketika jodoh itu bertemu di bulan Ramadhan dengan izin Allah, maka sangat dianjurkan untuk sesegera mungkin melakukan akad nikah. Meskipun pada kenyataannya akan banyak terjadi kendala dari pihak pengantin baru. Tapi, harus kita garis bawahi bahwa menikah di bulan ramadhan itu sah hukumnya untuk dilaksanakan, baik pagi, siang, maupun malam hari.

2. Hukum berhubungan suami istri ketika bulan ramadhan.

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.( al-Baqarah 187).

Dari ayat diatas sudah sangat jelas dan tegas dijelaskan bahwasannya tidak ada larangan bagi kaum muslim yang sudah menikah untuk melakukan hubungan suami istri di malam bulan ramadhan. Waktu tepatnya yaitu ketika adzan maghrib sampai sebelum adzan shubuh.
Jika menilik dari madlarat yang akan sangat mungkin terjadi dalam sebuah keluarga yang menjalankan puasa, berhubungan badan di malam ramadhan justru sangat dianjurkan sekali. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan munculnya syahwat atau nafsu untuk menggauli istri atau suami di siang hari. Dimana hal ini dilarang atau diharamkan oleh islam. Dapat kita simpulkan bahwa jika sepasang suami istri pada malam harinya telah melakukan hubungan suami istri, maka di siang harinya mereka akan lebih khusyu’ dalam menjalankan ibadah. Hal ini karena sudah tidak terganggu lagi dengan syahwat yang note bene sudah terpenuhi pada malam hari.

3. Hal-hal yang berkaitan dengan hubungan intim di bulan ramadhan:

a). Hukum bagi suami istri yang bercumbu     di siang hari di bulan ramadhan.

1. Bercumbu dengan ‘azl.

Apabila ia mencumbui istrinya dengan tujuan untuk memenuhi syahwatnya dengan mengeluarkan maninya di luar daripada farji (kemaluan) istrinya maka ia dianggap ber-dosa. Karena:

sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda dari apa-apa yang meriwayatkan-nya dari Rabb-nya,
“meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Aku.”

Namun apabila ia mencumbui istrinya dalam keadaan tidak mengetahui atau bodoh akan hukumnya maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah dan apabila ia mengetahui maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah jika ia mengetahui hal itu. Dan apabila ia mencumbui istrinya sedangkan ia dalam keadaan mengetahui bahwa mencumbui ini adalah hal yang diperbolehkan baginya kemudian ia memeluknya dan ia beranggapan bahwa hal ini tidak haram atasnya kecuali jima’ kemudian setelah itu ia mengeluarkan mani dan ia tidak bermaksud untuk mengeluarkan mani, maka tidak apa-apa baginya. Dan walau bagaimanapun maka tidak diwajibkan atasnya untuk memberikan kafarah jima’ pada setiap keadaan, dan ini adalah ucapan (pendapat) Abu Muhammad bin Hazm dan ini adalah shahih.

2. Bercumbu sampai keluar madzi tetapi tidak penetrasi.

Permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama: Sebagian mereka berpendapat batalnya puasa dengan keluarnya madzi, dan sebagian lainnya berpendapatnya puasanya tetap sah. Yang benarnya –insya Allah-, puasanya sah dan tidak ada kewajiban qadha` atas kalian berdua. Akan tetapi sepantasnya bagi seorang mukmin untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan keluarnya madzi, seperti memeluk, mencium dan semacamnya. Telah shahih dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau pernah mencium istrinya dalam keadaan beliau berpuasa serta memeluk dalam keadaan beliau berpuasa. Aisyah –radhiallahu anha- berkata,

“Akan tetapi beliau lebih kuat menahan syahwatnya daripada kalian.”

Diriwayatkan juga dari beliau -shallallahu alaihi wasallam- bahwa ada dua orang yang bertanya kepada beliau tentang hukum mencium istri bagi orang yang berpuasa, maka beliau melarang salah seorang di antara mereka dan mengizinkan yang lainnya. Perawinya berkata,

“Maka kami pun mengamati, ternyata orang yang beliau izinkan adalah orang yang sudah tua, dan ternyata orang yang beliau larang adalah seorang pemuda.”

Dari sini para ulama mengambil petikan hukum bahwa mencium dan memeluk dimakruhkan bagi pemuda dan selain mereka dari kalangan orang-orang syahwatnya bisa muncul ketika melakukannya dan dia dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam perkara yang haram (jima’).
Adapun orang yang tidak dikhawatirkan padanya hal ini, maka dia tidak dimakruhkan melakukannya. Hal ini didasarkan atas pendapat Ash-Shan’ani dan Syaikh Al-Albani karena tidak ada dalil yang menyatakan perbuatan ini adalah pembatal puasa. Adapun sekedar karena keluarnya mani, maka para ulama sepakat bahwa melakukan jima’ itu membatalkan puasa walaupun tidak ada mani yang keluar. Maka ini menunjukkan patokan pembatal puasa adalah perbuatan jima’, bukan keluarnya mani. Adapun sekedar karena adanya syahwat, maka kita katakan adanya syahwat tidak cukup untuk menghukumi batalnya puasa seseorang, sebagaimana yang akan datang bahwa orang yang mencium istrinya karena syahwat tidaklah membatalkan puasanya. Jadi, yang benar pada kasus di atas puasanya tidak batal, akan tetapi puasanya makruh bahkan dikhawatirkan dia kehilangan pahala puasanya -walaupun puasanya syah.[1]

3. Berciuman ketika berpuasa

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa;

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ. وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ: ( فِي رَمَضَانَ )

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mencium sewaktu shaum dan mencumbu sewaku shaum, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya di antara kamu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam suatu riwayat ditambahkan: Pada bulan Ramadhan
Jadi, berdasarkan hadits diatas, jika seseorang mencium istrinya, bermesraan dengannya dan memeluknya tanpa melakukan jima’ -dalam keadaan dia berpuasa- semuanya adalah boleh dan tidak ada masalah melakukannya, karena Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mencium istrinya dalam keadaan berpuasa dan pernah juga memeluknya dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi kalau dikhawatirkan dia akan terjatuh ke dalam apa yang Allah haramkan atasnya (jima’) karena dia adalah orang yang syahwatnya cepat tergerak, maka semua perbuatan ini dimakruhkan atasnya.

4. Melakukan jima’ tetapi tidak di kemaluan.

Maksudnya dia menyentuhkan kemaluannya pada bagian tubuh istrinya (selain kemaluan) -misalnya di antara dua pahanya-, maninya keluar maupun tidak.
Ada tiga pendapat dalam masalah ini:

a. Itu membatalkan puasanya dan dia wajib membayar kaffarah.
Ini adalah pendapat Malik, Atha`, Al-Hasan, Ibnul Mubarak, Ishaq, dan salah satu riwayat dari Ahmad.

b. Itu membatalkan puasanya akan tetapi tidak ada kewajiban kaffarah.Ini adalah pendapat Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, dan riwayat lain dari Ahmad.
Mereka mengatakan: Karena ini bukanlah jima’ yang sempurna sehingga dikiaskan dengan mencium, dan tidak ada dalil akan wajibnya kaffarah. Ini yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah.

c. Tidak membatalkan puasanya walaupun maninya keluar. Ibnu Muflih condong kepada pendapat ini , begitu juga pendapat Ibnu Hazm.

d. Hukum bagi suami istri yang melakukan hubungan badan di bulan ramadhan dan mereka dalam keadaan safar
Untuk pasangan suami istri yang melakukan hubungan suami istri tetapi mereka dalam keadaan safar atau berpergian, maka tidak perlu membayar kafarat (tebusan) dan dia tidak berdosa. Karena musafir dibolehkan berbuka puasa, akan tetapi dia harus mengqada hari yang dia berbuka.

Al-Lajnah Ad-Daimah (10/202) ditanya tentang hukum orang yang berhubungan badan dengan istrinya waktu siang hari di bulan Ramadan sementara keduanya dalam kondisi safar dan berbuka puasa? Maka dijawab: Dibolehkan bagi musafir di siang hari bulan Ramadan untuk berbuka dan mengqadanya.

Berdasarkan Firman Allah:
"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)

Dalam Majmu’ Fatawa (15/307) ada yang bertanya tentang hukum orang yang menggauli istrinya di siang hari dalam kondisi berpuasa. Apakah musafir dibolehkan menggauli istrinya apabila dia telah berbuka?
Beliau menjawab: Bagi orang yang berhubungan badan di siang hari bulan Ramadan sementara dia dalam kondisi wajib berpuasa, maka dia harus membayar kafarat (tebusan), yaitu kafarat zihar (memerdekakan budak, kalau tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak mampu, maka memberi makan enampuluh fakir miskin). Di samping itu tetap harus mengqada hari itu dan bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala terhadap perbuatan yang dia lakukan. Namun, kalau dia dalam kondisi safar (bepergian) atau sakit yang dibolehkan untuk berbuka, maka dia tidak terkena kafarat dan tidak ada dosa baginya, namun dia harus mengqada untuk hari itu. Karena orang sakit dan musafir dibolehkan berbuka puasa, baik dengan berhubungan badan atau dengan yang lainnya.

Berdasarkan firman Allah:
"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).

Hukum wanita dalam hal ini sama seperti laki-laki. Kalau dalam kondisi melakukan puasa wajib, maka dia harus membayar kafarat. Kalau dalam kondisi musafir atau sakit yang merasakan payah dengan berpuasa, maka dia tidak terkena kewajiban apa-apa.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga ditanya dalam Fatawa Shiyam (344) tentang seorang yang berhubungan badan dengan istrinya di siang hari bulan Ramadhan dalam kondisi safar?
Beliau menjawab: "Hal itu tidak mengapa, karena musafir dibolehkan berbuka dengan makan, minum maupun berhubungan badan. Maka hal itu tidak apa-apa dan tidak perlu membayar kafarat. Akan tetapi dia harus mengqada hari dia berbuka puasa. Begitu juga berlaku bagi isteri yang ikut safar bersamanya, baik dia berbuka maupun belum berbuka. Akan tetapi kalau istrinya dalam kondisi muqim (menetap) maka suaminya tidak boleh menggaulinya karena akan merusak puasanya dan sang isteri wajib menolaknya.".

c. Hukum bagi suami istri yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan ramadhan.

Berhubungan badan di siang hari, pada bulan ramadhan, hukumnya DILARANG alis HARAM!!!.

d. Hukum Onani di siang hari di bulan ramadhan

“Orang-orang yang beriman ialah orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (QS. Al-Mukminun : 5-7)

Dan juga Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu untuk menikah maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa” (HR. Bukhari No. 1905, Muslim 3379).

Dari ayat Al Qur’an ataupun Hadist diatas sudah jelas bahwasannya hukum dari onani adalah haram. Meski beberapa ulama berpendapat bahwa Onani makruh untuk dilakukan.

4. Hukuman atau denda bagi orang yang melakukan hubungan badan di siang hari di bulan ramadhan.

Beberapa ulama menyatakan bahwa hukuman bagi orang yang melakukan hubungan suami istri di siang bulan ramadhan adalah sama dengan hukuman bagi pelaku dzihar. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Mujadillah ayat 3:
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan Al Mujadillah ayat 4:
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
Jadi kafarah atau denda yang harus ditunaikan antara lain adalah:

1. memerdekakan budak
2. berpuasa dua bulan berturut-turut
3. memberi makan 60 fakir miskin.

Dalam sebuah hadist diriwayatkan:

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ ? قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى اِمْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا? قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا , فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا? فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ:اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ ) رَوَاهُ اَلسَّبْعَةُ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
ٍ
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku telah celaka. Beliau bertanya: "Apa yang mencelakakanmu?" Ia menjawab: Aku telah mencampuri istriku pada saat bulan Ramadhan. Beliau bertanya: "Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?" ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: "Apakah engkau mampu shaum dua bulan berturut-turut?" Ia menjawab: Tidak. Lalu ia duduk, kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberinya sekeranjang kurma seraya bersabda: "Bersedekahlan dengan ini." Ia berkata: "Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami? Padahal antara dua batu hitam di Madinah tidak ada sebuah keluarga pun yang lebih memerlukannya daripada kami. Maka tertawalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sampai terlihat gigi siungnya, kemudian bersabda: "Pergilah dan berilah makan keluargamu dengan kurma itu." Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya menurut riwayat Muslim.[2]

Dan pada riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Dan puasalah engkau menggantikan hari tersebut.”[3]
Jadi, selain harus menunaikan kafarah, seorang yang melakukan jima’ juga harus meng qadla puasa dihari dimana dia meninggalkan attau membatalkan puasa.
Hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kaffarah:[4]

- Kaffarah jima’ berlaku secara tertib sebagaimana halnya pada kaffarah zhihar.
Sebagaimana yang ditunjukkan secara eksplist oleh hadits Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu- bahwa kaffarah bagi seseorang yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan tanpa adanya udzur syar’i, waib diberlakukan secara tertib. Maka keharusan baginya adalah membebaskan seorang hamba sahaya, jika dia tidak sanggup melakukannya, maka diharuskan berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika dia tidak sanggpup melakukannya, maka diharuskan untuk memberi makan enam puluh orang miskin. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Adapun mazhab Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa seseorang boleh memilih kaffarah yang diharuskan baginya, tanpa adanya tertib. Dan salah satu dari tiga kaffarah tersebut yang dipilihnya sudah cukup baginya.
Mereka berargumen dengan hadits pada bab ini, dan pada sebuah lafazhnya, bahwa seseorang berbuka dengan sengaja pada siang hari Ramadhan, maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya untuk membayarkan kaffarah dengan membebaskan seorang budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh orang miskin. Dimana kata, “atau” pada hadits mengindikasikan bolehnya memilih.

- kaffarah harus diberlakukan secara tertib urutan pilihannya:
Dikarenakan hadits diatas telah diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan dan pada kesemua jalur periwayatan tersebut menyebutkan adanya tertib pemberlakuan kaffarah. Dan juga yang menunjukkan bahwa tidak diperkenankan untuk memilih, karena konteks hadits tersebut sebagai sebuah penjelasan dan jawaban atas sebuah soal, yang kedudukannya setara dengan sebuah syarat hukum.

1. Hamba sahaya berlaku umum, mencakup hamba laki-laki maupun wanita, baik yang beriman atau seorang kafir.

Pembatasan makna budak dalam hadits Abu Hurairah, bahwa yang dimaksud adalah budak yang beriman/muslim sebagaimana yang terdapat pada kaffarah zhihar tidaklah tepat. Disebabkan adanya perbedaan hukum dan sebab.
Masalah ini erat kaitannya dengan perbedaan kalangan fuqaha dan ushuliyyiin dalam kaidah “taqyiid al-muthlaq” -pembatasan suatu konteks nash yang global-, jika terdapat dua nash atau lebih yang dapat diberlakukan sebagai pembatas makna konteks global tersebut. Yang tepat dalam masalah tersebut, haruslah melihat kepada sebab hukum, hingga konteks nash yang mutlak dapat dibatasi dengannya. Jika sebabnya satu maka boleh di batasi dengannya jika tidak maka juga tidak diperbolehkan.

2. Diharuskan memberi makan enam puluh orang miskin, tanpa adanya khilaf/perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Namun ulama berbeda pendapat, apakah diperbolehkan memberi makan hanya kepada seorang miskin selama enam puluh hari ataukah tidak? Terdapat dua pendapat dikalangan ulama:
Mayoritas ulama berpendapat, pelarangan hal tersebut. Dikarenakan hadits tersebut disebutkan enam puluh orang miskin. Sedangkan ulama mazhab Hanafiyah berpendapat, bolehnya.

- Kaffarah memberi makan kaum miskin, adalah dengan memberi satu mud makanan kepada masing-masing dari mereka, baik itu berupa gandum, kurma kering, kurma ataukah selainnya.
Pendapat tersebut adalah pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah. Sementara ulama mazhab Hanafiyah, mengharuskan pemberian dua mud gandum, sedangkan biji-bijian lainnya sebesar satu sha`.
Namun zhahir hadits Abu Hurairah, tidak terdapat pembatasan nilai dan besar makanan yang harus diberikan. Dengan demikian, takaran nilai makanan yang diberikan dikembalikan kepada ’urf/kebiasaan setempat, baik dari jenis makanannya maupun nilainya. Dan yang seharusnya, makanan tersebut telah memenuhi makna, “memberi makan ornag miskin,” yaitu mencukupkan mereka pada hari tersebut.

Permasalahan timbul jika orang yang bersangkutan tidak dapat menunaikan kaffarah. Dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat dikalangan ulama, yaitu
Pendapat pertama, bahwa kaffarah tidaklah gugur hanya dikarenakan ketidak mampuan seseorang membayarkan kaffarah. Dan pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Berdasarkan pendapat ini, jika seseorang dalam keadaan tidak mampu/kesulitan membayarkan kaffarah, maka diberikan jeda waktu untuk membayar kaffarah, yaitu hingga dia sanggup menunaikannya.
Pendapat yang kedua bahwa kaffarah telah gugur dengan sendirinya jika orang tersebut tidak memiliki kesanggupan untuk membayarkan kaffarah. Pendapat ini adalah pendapat beberapa ulama mazhab Malikiyah dan salah satu dari dua pendapat Imam asy-Syafi’i.
Pendapat inilah yang lebih tepat, sesuai dengan zhahir hadits Abu Hurairah diatas. Dan juga Allah ta’ala berfirman,

“Dan Allah tidak akan membebani hambanya kecuali yang sanggup diupayakannya.” (al-Baqarah: 286)
Selain permasalah di atas, kemudian timbul pertanyaan lain. Apakah kaffarah ini hanya berlaku bagi laki-laki (suami) ataukah juga harus ditunaikan oleh pihak perempuan (istri)? Dalam hal ini terdapat perbedaan.

Pertama, yang merupakan pendapati mayoritas ulama, bahwa kaffarah juga diharuskan bagi si wanita sebagaimana kaffarah wajib bagi laki-laki (suaminya).
Ini merupakan pendapat Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, bahwa kaffarah wajib bagi wanita juga, dalam tinjauan ragam perbedaan dan rinciannya dalam pandangan mereka, pada wanita yang mardeka, budak sahaya, yang merelakan dirinya atau yang dipaksa melakukannya, dan apakah kaffarah tersebut diharuskan bagi si wanita atau kepada si laki-laki.
Ulama asy-Syafi’iyah berargumen dengan diamnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan tidak mengabarkan tentang keharusan kaffarah bagi wanita sementara hal tersebut suatu yang urgen.
Dan pula, pejelasan hukum kepada laki-laki tersebut juga merupakan penjelasan hukum kepada si wanita, karena keduanya berkedudukan sama dalam pengharaman berbuka dan melanggar kehormatan puasa Ramadhan.
Sebagaimana halnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh laki-laki tersebut untuk mandi (janabah), karena penegasan adanya nash pada sebuah hukum untuk beberapa sebagian mukallaf sudah mencukupi pemberlakuannya bagi mukallaf yang lainnya.

Kedua, bahwa kaffarah tidak wajib bagi wanita. Dan jika laki-laki (suaminya) telah membayarkan kaffarah, maka kaffarah tersebut telah mencukupkannya dan juga istrinya.

Alasan ini didasarkan pada bahwasannya Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “… Hadist itu, dijadikan dasar argumen bahwa kaffarah hanya diwajibkan bagi laki-laki seorang tidak kepada wanita yang digaulinya. Demikian juga dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakannya beberapa kali kepada orang tersebut, ”Apakah engkau sanggup?” dan “Apakah engkau memiliki kemampuan?” dan selain itu. Pendapat inilah yang paling shahih dari dua pendapat asy-Syafi’i dan juga merupakan pendapat al-Auza'i.

- Bagaimana jika dia melakukan hubungan tersebut lebih dari sekali (dua atau tiga kali dalam sehari)?
Ulama fikih bersepakat bahwa siapa yang melakukan hubungan suami istri pada siang hari ramadham, lebih dari sekali dalam sehari, maka dia hanya berkewajiban menggantinya dengan satu kaffarat.[5]
Bagaimana jika hal itu diulanginya pada hari-hari selanjutnya?. Menurut mazhab Imam Malik, Imam Syafi’i dan beberapa riwayat dari Imam Ahmad, mengatakan bahwa siapa siapa melakukan hubungan suami istri di suatu hari, kemudian mengulanginya pada hari yang lain, maka dia berkewajiban melaksanakan dua kaffarat. Alasannya: setiap hari memiliki kewajiban ibadah yang berdiri sendiri.

5. Bolehnya menunda mandi Junub setelah adzan shubuh di bulan ramadhan.

وَعَنْ عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ, ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ زَادَ مُسْلِمٌ فِي حَدِيثِ أُمِّ سَلَمَةَ: و لَا يَقْضِي
َ
Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memasuki waktu pagi dalam keadaan junub karena bersetubuh. Kemudian beliau mandi dan shaum. Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan dalam hadits Ummu Salamah: Dan beliau tidak mengqodlo' puasa.

Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwasannya dibolehkan untuk menunda mandi junaub setelah adzan shubuh, tetapi dengan ketentuan sampai sebelum fajar terbit atau habisnya waktu sholat shubuh. Terlebih lagi hadits tersebut diatas menduduki peringkat shahih. Selain itu, dilakukannya mandi junub tidak berhubungan sama sekali dengan sah dan tidaknya puasa. Tetapi lebih ke melaksanakan sholat shubuh atau tidak.
Namun demikian dilarang bagi seseorang melakukan mandi junub setelah terbitnya matahari karena hal itu berarti mengakhirkan dan menyia-nyiakan pelaksanaan shalat shubuh dan hal ini dilarang Allah swt.
Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam : 59)

C. Penutup

Dari berbagai uraian yang sangat mungkin muncul dalam melaksanakan puasa ramadhan, diharapkan kita bisa mengambil kesimpulan dengan sikap yang paling bijaksana dan tidak hanya berdasarkan keinginan nafsu pribadi belaka.
Semoga uraian hukum di atas kita sebagai muslim bisa membina hubungan kekeluargaan tetap romantis, manis dan harmonis meskipun di bulan ramadhan. Wallahu ‘alam.

Lima golongan yang boleh membatalkan puasa ramadlan:
Allah menyukai keringanan yang diberikan dijalankan hamba-Nya. Begitu juga dengan rukshah atau keringanan bagi orang-orang tertentu untuk tidak berpuasa. Lantas siapakah orang yang masuk dalam kategori diringankan tersebut?

1. Musafir dan 2. Orang sakit

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain. Allah mengendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 185].
Sakit yang membolehkan berbuka adalah sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu madharat atau menjadi semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan terlambat kesembuhannya. Wallahuaalam

3. Haid dan nifas

Ahlul ilmi telah bersepakat bahwa orang yang haid dan nifas tidak dihalalkan berpuasa, keduanya harus berbuka dan mengqadha, kalaupun keduanya puasa (maka puasanya) tidak sah.

4. Kakek dan nenek yang sudah lanjut usia.

Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata : “Kakek dan nenek yang lanjut usia, yang tidak mampu puasa harus memberi makan setiap harinya seorang miskin” [Hadits Riwayat Bukhari 4505, Lihat Syarhus Sunnah 6/316, Fathul bari 8/180. Nailul Authar 4/315. Irwaul Ghalil 4/22-25. Ibnul Mundzir menukil dalam Al-Ijma' no. 129 akan adanya ijma (kesepakatan) dalam masalah ini].

5. Wanita hamil dan menyusui.

Dari Anas bin Malik [1], ia berkata : “Kudanya Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam mendatangi kami, akupun mendatangi Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam, aku temukan beliau sedang makan pagi, beliau bersabda,

“Mendekatlah, aku akan ceritakan kepadamu tentang masalah puasa. Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menggugurkan 1/2 shalat atas orang musafir, menggugurkan atas orang hamil dan menyusui kewajiban puasa”. Demi Allah, Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam telah mengucapkan keduanya atau salah satunya. [Hadits Riwayat Tirmidzi 715, Nasa'i 4/180, Abu Daud 3408, Ibnu Majah 16687. Sanadnya hasan (baik, red) sebagaimana pernyataan Tirmizi.

Mudah2 artikel diatas bisa bermanfaat and menambah wawasan anda,, terimakasih,,

                 Bye

           OFICK-GR
(Unlimited Gerisak Center)

Senin, 15 Juni 2015

Cara Menghilangkan Keloid/Bisul

Keloid adalah pertumbuhan yang berlebihan yang terjadi pada jaringan ikat pada kulit bekas luka. Biasanya pertumbuhan yang berlebihan pada bekas luka ini disebabkan karena salah mengonsumsi makanan ketika luka belum pulih sepenuhnya, tetapi ada pendapat lain bahwa keloid juga bisa muncul karena keturunan. Karena keloid membuat penampilan menjadi kurang menarik dan kurang nyaman, maka anda perlu untuk menghilangkan keloid. Pada artikel ini kami akan memberikan tips terkait  cara menghilangkan keloid dengan benar.

keloid di tangan akibat bekas luka
cara menghilangkan keloid dengan bahan alami
Untuk semua penyakit kulit keloid dapat dihilangkan, tetapi anda perlu mencari cara yang tepat supaya hasilnya memuaskan dan tidak berpengaruh pada kesehatan tubuh lain.

Banyak cara menghilangkan keloid yang dapat anda tempuh, baik dari medis maupun dengan cara bahan herbal, tetapi alangkah baiknya jika anda memilih cara herbal yang sudah tidak memiliki dampak setelahnya, dan anda juga dapat melakukan sendiri perawatan untuk menghilangkan keloid.

Cara menghilangkan keloid dengan bahan alami yaitu dengan :

1). Cuka sari apel murni
cuka sari apel murni berfungsi untuk menghilangkan warna kemerahan pada bekas luka.

Cara: oleskan cuka sari apel pada daerah keloid, pijat lembut dan diamkan sampai sari apel mengering kemudian bilas dengan air hangat

2). Baking soda
Baking soda berfungsi untuk mengurangi peradangan dan mempercepat proses pemulihan luka.

Cara: campur baking soda dengan hydrogen peroksida jadikan krim halus, oleskan krim pada keloid, diamkan hingga 15 menit, bilas dengan air hangat.

3). Jus lemon
Lemon mengandung vitamin C dan antioksidan yang berfungsi untuk menunjang kesehatan tubuh sekaligus kecantikan kulit.

Cara: oleskan jus lemon pada keloid, diamkan hingga 30 menit, bilas dengan air hangat

4). Lidah buaya
lidah buaya berfungsi untuk membantu mengurangi peradangan, menjaga kelembaban kulit, dan menyembuhkan kulit rusak.

Cara:  oleskan gel lidah buaya pada keloid, diamkan selama 30 menit, bilas dengan air biasa.

5). Madu
Madu berfungsi untuk mendorong sirkulasi darah dan mencegah pertumbuhan kolagen berlebih.

Cara: Oleskan madu pada keloid, pijat lembut, diamkan selama 60 menit kemudian bilas dengan air hangat.

6). Bawang putih
Bawang putih berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan sel-sel fibroblast.

Cara : hancurkan bawang putih, bubuhkan pada keloid, biarkan hingga 15 menit, bilas dengan air hangat.

7). Bawang merah
Bawang merah menguasainya generasi kolagen sehingga berfungsi untuk  penyembuhan pada jaringan parut

Cara : Potong bawang, masukan potongan bawah kedalam kain katun tipis, tekan bawang didalam kain untuk dijadikan jus dari bawang, Oleskan jus pada keloid, diamkan , bilas dengan air hangat. Baca juga artikel tentang Manfaat Bawang Merah.

8). Bubuk kayu cendana
Bubuk cendana karena memiliki sifat regenerasi kulit sehingga dapat mengurangi munculnya bekas luka.

Cara : campur bubuk cendana dengan air mawar atau air biasa sampai menjadi pasta tebal, lakukan sebelum tidur dengan mengoleskan pasta pada keloid, diamkan, bilas dengan air hangat dipagi hari.

Dari beberapa pilihan cara menghilangkan keloid anda dapat dengan mudah mempraktekannya, dan untuk hasil yang cepat dan memuaskan maka lakukan secara teratur yaitu dengan 2 -4 kali setiap hari, karena untuk menghilangkan keloid dengan bahan herbal membutuhkan waktu yang cukup lama.

Semoga cara menghilangkan keloid diatas dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi yang memiliki penyakit keloid sehingga dapat memulihkan kulit seperti semula. 

Akhirnya moga artikel diatas bisa bermanfaat  and menambah wawasan kita bersama,, thank atas kunjungannya,,